-->

Pages

Thursday, January 21, 2016

Fiqh Tempo dulu berbicara tentang Bank Sperma (bukan masalah fiqh baru)



Bank Sperma dan Ovum

Salah satu permasalahan baru yang terjadi pada akhir abad 20-an adalah masalah Bank Sperma dan Ovum, dan hukum menyimpan ovum perempuan yang sudah di gabungkan dengan sperma laki-laki dan itu sudah menjadi kenyataan dalam kehidupan masyarakat Negara-negara barat, dan kita dapatkan bahwa para ulama fiqh dahulu ada memaparkan sedikit tentang permasalahan ini.

Syeh Muhammad Ramli yang masyhur dengan gelar Syafi’i Shaghir(syafi’i kecil) pernah memberikan sedikit penjelasan yang behubungan dengan masalah Budak perempuan( pada masa beliau budak masih ada), bahwa ketika budak perempuan menjadi ummu walad[1], tidak diperbolehkan untuk dijual, dihibah dan lain sebagainya, beliau menjelaskan hukum apabila seseorang memiliki seorang budak perempuan, dan majikannya telah meninggal dan budak tersebut masih menyimpan sperma majikannya, kemudian memasukkan sperma tersebut kedalam kemaluannya setelah majikannya meninggal dunia, maka budak tersebut hamil dan melahirkan seorang anak, maka budak itu tidak menjadikannya sebagai ummu walad dan dia masih seperti budak biasa, karena dia bukan lagi milik majikan tadi ketika terjadinya hamil, akan tetapi anak itu tetap menjadi keturunan mantan majikannya dan hukum-hukum yang terikat dengan hal tesebut, dan anak itu dapat mewarisi mantan majikannya, karena memang anaknya.

Kemudian Ramli menjelaskan syarat yang harus ada untuk sebut nasab yang sah yaitu sperma pria tersebut harus muhtaram(sah menurut syariat) ketika inzal(ejakulasi), dan dia tidak mengsyaratkan Masyru’an(sah menurut syara’) ketika sperma itu di masukkan kedalam farj(Vagina), sedangkan pendapat ulama lain mengatakan harus memenuhi 2 syarat yaitu: 1. Masyru’an ketika inzal, 2. Masyru’an ketika istidkhal(sperma dimasukkan kedalam vagina).

Ramli berkata:” Jika seorang budak memasukkan sperma majikannya yang muhtaram(masyru’an) setelah majikannnya itu meninggal maka budak tersebut tidak akan menjadi ummu walad dikarenakan budak tadi bukan lagi milik majikannya yang sudah meninggal ketika sperma itu dimasukkan kedalam vaginanya walaupun sebutlah keturunan anak yang akan dilahirkan oleh budak tersebut dan dapat mewarisi dikarenakan sperma tadi muhtaram dan tidak diharuskan muhtaram ketika dimasukkannya, berbeda dengan pendapat sebahagian ulama, kemudian ada pertanyaan yang dapat dijawab yaitu: Bagaimana anak itu dapat mewarisi sedangkan budak tersebut tidak hamil ketika majikannya meninggal?, Ramli menjawab:” Mudah-mudahan hikmah warisan tadi yaitu mereka para ulama mencukupkan hukum pada adanya sperma ketika wafat walaupun budak itu tidak hamil ketika wafat, maka dianggap ada karena anak itu ada ketika meninggal”.[2]



[1] Sudah disetubuhi oleh majikannya, didalam fiqh ada hukum terpisah dalam hal ini
[2] Nihayah al-Muhtaj, Muhammad bin Ahmad Ar-ramli, Jld: 7, Hal: 127

Twitter

Lajnah bahtsul masail pesantren MUDI mesra

ANEUK LENPIPA