a. Berkembangnya praktek bid’ah dan khurafat.
b. Berlebihannya filsafat Islam (yang bersifar sufistik).
c. Kurangnya perhatian para pemimpin terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dan kesejahteraan ulama.
d. Hilangnya prinsip-prinsip pendidikan Islam pada generasi muslim, seperti
niat, ikhlas, taqwa, wara’(menjauhi dosa), zuhud(kecukupan), ‘iffah(menjaga
diri dari kehinaan). Hadits :
أن النبي صلى الله عليه و سلم قال : من طلب العلم لغير الله أو أراد به غير الله فليتبوأ مقعده من
النار .[1]
Artinya: “Seseorang
belajar bukan untuk mendapatkan ridha Allah atau punya tujuan lain selain
mendapatkan ridhanya, maka di hari kiamat tempatnya didalam neraka.”
e. Terbakarnya perpustakaan serta lembaga pendidikan yang ada, menyebabkan
banyaknya khazanah intelektual Islam yang hilang dan hangus terbakar seperti yang terjadi di Bagdad dan Spanyol.[2]
f. Sibuknya kaum muslimin dengan perkara material.
g. Sibuknya kaum muslimin dalam mengikuti trendi dengan meninggalkan sibuk
pada belajar.
h. Masih banyaknya pemahaman yang beredar bahwa pendidikan Islam tidak
menjamin masa depan (masa tua), sehingga para orang tua lebih memilih lembaga
pendidikan yang kurang kurikulum keIslaman.
i.
Kesalahan dalam niat mencari pengetahuan,
seperti yang telah dijelaskan dalam sebuah Hadits:
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ
وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا
مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». يَعْنِى
رِيحَهَا[3]
Artinya: “Siapa saja yang belajar bertujuan untuk
mendapatkan sesuatu dari dunia, maka dia tidak akan dapat mencium bau syurga
nantinya.”
j.
Kesalahan pada metode pembelajaran, seperti
yang telah di jelaskan oleh Syeikh Az-Zarnuji dalam kitabnya:
“Aku melihat bahwa banyak sekali pelajar
pada masa ini bersungguh-sungguh
mencari dan menuntut ilmu, akan tetapi tidak pernah sampai pada tujuan
pendidikan, atau bahkan manfaat ilmu (Aplikasi) dan hasilnya( menyebarkan)
tidak pernah mereka dapatkan. Kerena mereka (palajar) salah dalam
memilih metode pendidikan dan meninggalkan persyaratan yang wajib mereka
lengkapi untuk pencapaian pendidikan. Setiap orang yang salah dalam metode
pendidikan, maka tersesat dan tidak pernah mencapai tujuan pendidikan itu
sendiri, sedikit atau banyak”.[4]
[2] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam-Periode Klasik & Pertengahan,
(Jakarta : Rajawali Press, 2004), hlm. 156.